SMPIT Plus Baitul Ma’arif Makassar – Ketua Yayasan Moderasi Islam Sulawesi (MIS), yang juga menjabat sebagai Rektor Universitas Islam Makassar dan Imam Besar Al Markaz Al Islami, Prof. Dr. KH. Muammar Bakry, Lc., M.A., untuk kesekian kalinya berkesempatan menjadi khatib dalam shalat Jumat di Masjid Istiqlal Jakarta. Dalam khutbahnya yang bertajuk “Hijab antara Tuntunan Agama dan Tuntunan Mode”, beliau mengulas makna hijab dalam perspektif Islam dan kaitannya dengan budaya serta tren mode modern.

Dalam khutbahnya, Prof. Muammar mengutip hadits riwayat Muslim yang berbunyi: “Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat, yaitu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka gunakan untuk mencambuk manusia, dan wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, yang berjalan berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal bau surga dapat tercium dari jarak yang sangat jauh.”

Beliau menegaskan bahwa berdasarkan hadits tersebut, berpakaian dalam Islam harus tetap memperhatikan nilai-nilai universalitas agama, yakni menjaga aurat. Namun, Islam juga datang sebagai agama yang fleksibel (murunatusyariah), yang mengakui sisi lokalitas dalam berpakaian melalui konsep ‘urf.

Menyesuaikan pakaian dengan trand dan mode selama tidak bertentangan dengan Syariah maka diakomodir sebagai ‘urf yakni budaya yang terus berkembang seiring dengan ilmu tekhnologi dan tingkat ekonomi masyarakat. Demikianlah Islam sebagai agama fleksibel (murunah) yang bisa beradaptif dengan kondisi dan waktu.,” jelas Prof. Muammar.

Beliau menambahkan bahwa Islam tidak pernah mematok gaya berpakaian tertentu. Orang Indonesia bisa berpakaian dengan gaya khas Indonesia, orang Jepang dengan gaya mereka, dan orang Arab dengan model mereka. Selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai Al-Qur’an dan hadits, maka berpakaian dalam Islam tetap memiliki fleksibilitas yang luas. Inilah yang disebut sebagai murunatusyariah dalam berpakaian.

Kepala SMPIT Plus Baitul Ma’arif Makassar, Syahrul Halik, S.E., S.Sos., M.M., turut mengungkapkan kebanggaannya atas kiprah Prof. Muammar di tingkat nasional. “Beliau bukan hanya seorang ulama, tetapi juga seorang pemimpin yang menjadi panutan bagi kita semua. Kehadirannya sebagai khatib di Masjid Istiqlal untuk kesekian kalinya semakin mengukuhkan posisinya sebagai tokoh Islam yang dihormati di Indonesia,” ujarnya.

Khutbah ini memberikan wawasan mendalam kepada para jamaah tentang bagaimana Islam memandang hijab sebagai bagian dari identitas Muslimah, yang harus tetap dalam koridor syariat namun tetap relevan dengan perkembangan zaman.


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *